Skip to content
Home » Ingin Jadi Artis atau Penyanyi, Berikut Besaran Pajak Penghasilan

Ingin Jadi Artis atau Penyanyi, Berikut Besaran Pajak Penghasilan

  • by

Besaran pajak penghasilan – Profesi apapun namanya ketika dirinya bekerja mendapatkan penghasilan itu adalah objek pajak  yang sudah bisa di jadikan dasar untuk pengenaan pajak penghasilan. Karena bagaimanapun juga yang namanya pajak penghasilan itu akan melekat pada profesi dan orang yang melakukannya. Sehingga ketika pekerjaan itu di lakukan sudah pasti akan muncul yang namanya pajak penghasilan.

Secara umum bisa kita katakan bahwa untuk profesi yang berhubungan dengan artis atau pekerja seni, maka komponen pajak penghasilan yang mesti di bayarkannya memang tidak hanya 1 jenis. Setidaknya ada  3  jenis pajak penghasilan yang bisa di kenakan pada seorang artis atau pekerja seni professional.

pajak penghasilan
Tax planning concept with wooden cubes on calculator on blue background flat lay.

Besaran Pajak Penghasilan untuk Artis  yaitu PPh Pasal 21.

 Kondisinya adalah seperti penjelasan berikut ini : jika Artis  akan dikenakan PPh 21 ketika dirinya mendapatkan penghasilan  yang dikarenakan dirinya melakukan sebuah pekerjaan, jasa dan/atau kegiatan lain. Sehingga dari kondisi tersebut akan muncul pemotongan dari pemberi kerja yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak.  Sehingga dari kondisi ini bisa di katakan sang artis sebagai sebagai Bukan pegawai yang objek pendapatannya berdasarkan honorarium dari pemberi kerja. Itu sesuai dengan ketentuan yang ada pada Pasal 21 ayat (1) huruf a UU No. 36 Tahun 2008.

Pajak Penghasilan untuk Artis yaitu PPh Final PP 23 tahun 2018

Bisa di katakan bahwa, pajak penghasilan yang telah di dapatkan  oleh artis yang bersangkutan sehubungan dengan adanya pekerjaan bebas yang di lakukan sesuai dengan objek PPh Final PP 23/2018.  Dengan ketentuan yang telah di atur dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018. Sehingga bisa di katakan bahwa  penghasilan yang diterima  dari sang artis yang berasal dari pekerjaan yang di kerjakannya sehubungan pekerjaan bebas, tidak termasuk penghasilan yang dikenai PPh Final. Kondisi itu telah di atur dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b PP 23/2918, meliputi: pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari. Tetapi kondisinya akan berbeda ketika artis juga memiliki usaha, maka akan dikenakan PPh Final PP No 23 Tahun 2018.

Pajak untuk artis yaitu PPh Pasal 23

Termasuk di dalamnya sesuai dengan ketentuan yang ada, maka kita bisa katakan  bahwa Pajak Penghasilan Pasal 23 atau PPh 23  termasuk di dalamnya. Adalah berupa pajak penghasilan atas dividen, bunga, royalti, hadiah (penghargaan, bonus) dan lain sebagainya. Maka kondisi penghasilan tersebut akan terkena pemotongan sesuai dengan PPh Pasal 21 huruf e. Yakni penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan. Sehingga berdasarkan kondisi itulah maka sebagai artis juga dapat dikenakan PPh 23 atas penghasilan dari royalti atau imbalan atas penggunaan hak.  Hal itu bisa sesuai dengan ketentuan   yang di atur dalam peraturan PPh Paasal 23 dengan Pasal 4 ayat (1) huruf h UU No. 36 Tahun 2008. Bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan dari royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

Setelah kita  pahami seperti apa ketentuan yang menjelaskan seperti apa mekanisme pengenaan besaran pajak pengasilan dari seorang artis atau pekerja seni. Maka selanjutnya adalah kita mesti tahu tentang besaran pajak yang mesti di bayarkan  oleh para artis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Karena pajak sifatnya adalah progresif maka besarannya juga bervariasi sesuai dengan ketentuan yang ada :

Ketentuan Besaran Prosentase  Pajak untuk Seorang Artis / Pekerja Seni.

Dari beberapa keterangan yang bisa kita dapatkan maka sebenarnya model pajak progresif yang bisa di terapkan pada seorang artis atau pekerja seni tidak jauh beda dengan tarif pajak professional lainnya. Dimana  untuk ketentuan besaran persentasenya adalah berdasarkan besarnya potensial atau besarnya penghasilan yang di dapatkannya.  Sehingga berdasarkan  kondisi itulah maka besarnya adalah :

  1. Jika penghasilannya dari keartisannya Rp0-Rp60.000.000  : tarif pajaknya  5%
  2. Jika penghasilannya dari keartisannya Rp60.000.000-Rp250.000.000 : tarif pajaknya sebesar 15%
  1. Jika penghasilannya dari keartisannya Rp250.000.000-Rp500.000.000 : tarif pajaknya sebesar 25%
  2. Jika penghasilannya dari keartisannya RpRp500.000.000-Rp5.000.000.000 : tarif pajak sebesar  30%
  3. Jika penghasilannya dari keartisannya Rp5.000.000.000 dikenakan tarif 35%.

Berdasarkan kondisi itulah, maka kita menjadi tahu apa saja jenis hiburan yang memang pada akhirnya menjadi objek pajak yang harus membayar pajak penghasilan. Karena sudah melakukan pekerjaan yang masuk dalam katagori pekerjaan seni atau keartisan tersebut.  Dari banyak jenis pekerjaan seni atau hiburan yang masuk dalam katagori objek pajak kita bisa jelaskan minimal 10 jenis hiburan  ini masuk dalam katagori pekerja atau professional seni.  Sehingga siapapun yang melakukan pekerjaan ini sudah pasti akan terkena pajak penghasilan :

  1. Tontonan film.
  2. Pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana.
  3. Kontes kecantikan.
  4. Pameran.
  5. Diskotik, karaoke, klub malam, dan sejenisnya.
  6. Sirkus, akrobat, dan sulap.
  7. Permainan biliar dan bowling.
  8. Pacuan kuda, pacuan kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan.
  9. Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center).
  10. Pertandingan olahraga.

Mungkin kalian bertanya, apa dasar yang menjadi pertimbangan kenapa ke-10 jenis hiburan diatas harus di kenakan pajak penghasilan bagi para talentnya.  Itu akan bisa di jawab dengan melihat peraturan yang ada di suatu daerah. Karena saat ini dengan adanya ketentuan soal  Pendapatan Asli Daerah  (PAD). Maka ada beberapa pajak dan retribusi  yang langsung masuk  ke pendapatan pajak daerah.  Seperti ketentuan yang ada pada Pergub DKI Jakarta Nomor 92 Tahun 2011. Berdasarkan ketentuan tersebut maka beberapa jenis transaksi jasa hiburan atau pertunjukan. Akan menjadi objek pajak  jika di dalamnya terdapat beberapa hal seperti:

  • Pertunjukan tersebut menggunakan : Room charge.
  • Pertunjukan tersebut menggunakan : Harga Tiket Masuk (HTM) atau minimum charge/first drink charge dan sejenisnya.
  • Pertunjukan tersebut adalah bagian dari keuntungan : Kartu keanggotaan (membership) dan sejenisnya.
  • Pertunjukan tersebut menggunakan : Food and beverage.
  • Pertunjukan tersebut menggunakan : Service charge.